The Art of Falling in Love (12)

Kalau kita bicara soal tahap I, yaitu attractions, muncul berbagai fenomena aneh dan lucu. Ina sering share dengan saya, bagaimana wanita bisa awalnya tertarik, tapi setelah itu she lost interests. Ketertarikan itu padam.

Wanita sering no idea sebenarnya dia senang cowok yang seperti apa. Tipe bagaimana. Oleh sebab itu dia tidak sengaja mengandalkan lingkungan dan teman-temannya. Maksudnya bagaimana? Dia mengandalkan citra popularitas cowok. Kalau banyak wanita mengejar atau mengagumi seorang cowok, maka cowok ini mestinya berkualitas, dan cewek ini menjadi tertarik.

Ah yang bener? Saya coba verifikasi Ina lagi. Misalnya gini, ada cowok, si A, naksir cewek, si B. Si A ini diam-diam minta tolong teman-teman si B agar mereka bersandiwara membicarakan si A di depan si B dengan nada kagum dan tertarik. Kalau Ina menjadi si B, kira-kira terpengaruh nggak? Ina tertawa tapi mengangguk, “Ia terpengaruh, jadi senang sama si B…”

Ternyata reputasi itu penting. Tapi cuma untuk membuka pintu.

Entah kenapa, lanjut Ina, setelah tertarik dan jadian, nggak lama hubungan jadi hambar. Kok bisa ya?

Nah gini. Ini fenomena aneh: cowok itu harus belajar sabar, cuek, dan rada jual mahal. Maksudnya gimana? Kelemahan cowok itu gini. Kalau dia sudah senang sama cewek itu, dia itu jadi mellow dan nurut. Mungkin takut hilang, atau takut ceweknya jadi marah. Apa yang diminta cewek, diturutin. Ini mungkin bagus kalau kita sudah di tahap III (growth). Tapi kalau baru mau ke tahap I (attraction), it is a baaad idea. Si cewek jadi malas, karena tidak exciting lagi. Bukan lagi dapat cowok idaman, tapi dapat, maaf, pesuruh setia.

Jadi gimana dong?

Menurut saya, ya itu, stick pada being special. Di tahap I itu tahap perkenalan, sehingga anda perlu menjaga ke-special-an anda. Percaya atau tidak, kalau cewek itu rada dicuekin malah justru berusaha mendekat. Kalau cowoknya terlalu mendekat dia malah mejauh. Jadi cowok pun harus pintar mengukur dan adaptif.

Pengen tahu juga pendapat pengunjung wanita. Bener nggak pikiran Ina dan saya ini?